(9) ENAM - Oktober 2007

ENAM
Oktober 2007
Part ini adalah bagian dimana aku mulai meyakini apa yang aku lihat. Jujur, selama ini aku merasakan seperti berhalusinasi. Aku merasa ragu dengan apa yang ku lihat. Mulai dari penampakan wanita hijau di kamar mandi, hingga penampakan wewe berayun di atas bambu. Walaupun mereka juga melihatnya, aku tetap tidak yakin. Alasannya sederhana, karena mereka bukan praktisi. Inilah yang kemudian membuatku membuang banyak energy sia- sia, karena aku tidak pernah mudah percaya sama orang lain. Aku selalu ingin melihat dan membuktikannya sebelum aku mempercayai apa yang dikatakan oleh orang lain.
Waktu itu adalah lebaran, orang menyebutnya hari raya idul fitri. Seperti tradisi lebaran, aku pun ke rumah nenekku di madiun untuk silaturahmi. Memang ayahku asli orang madiun, sehingga sanak familinya di madiun semua. Seperti tradisi lebaran, aku dan keluarga keliling seharian ke rumah sanak famili yang memang hanya bertemu setahun sekali. Saking banyaknya family yang dikunjungi, pagi- pagi aku sudah keluar dari rumah nenek, dan baru pulang ke rumah nenek lagi saat malam sudah larut. Begitu pulang, rasa capek yang luar biasa menyergapku.
“aah, aku ingin segera istirahat”, gumamku sambil memegang pinggang yang nyut- nyutan
Baru saja aku mau melangkah ke dalam kamar, paman memanggilku
“wira, coba sholat dulu. Setelah sholat aku ingin bicara”, kata paman
“oke”, jawabku
Setelah selesai sholat, aku menemui paman di kamar
“kerasa capek punggungnya?”, tanya paman
“iya, banget. Tidak nyangka keliling gitu aja capeknya sampek kaya gini”, jawabku
“yaa gimana tidak capek, wong kamu gendong jin?”, jawab paman
“hah? Gendong jin apa?”, tanyaku tidak percaya
“jin kakek- kakek, nempel tuh di atas punggung kamu”, kata paman
“sejak kapan?”, tanyaku
“yaa mana paman tau?”, kata paman
“tanyain laah paman? Kan paman bisa ngobrol sama mereka?”, jawabku
“ya udah sini”, kata paman
Paman lalu duduk bersila, dan berbicara pada makhluk yang konon katanya nempel di punggungku. Setelah lima belasan menit bertanya, akhirnya paman tutup kombat (komunikasi batin) dengan para hanti itu dengan salam
“gimana paman?”, tanyaku tidak sabar
“yah, lumayan banyak juga yaa yang ikut kamu”, kata paman
“berapa?”
“enam”
“hah? Enam? Serius?”, tanyaku tidak percaya
“iya ada enam”, kata paman
“wujudnya apa aja?”
“yang pertama, yang nempel di punggungmu itu. Wujudnya kakek- kakek, bungkuk, bawa tongkat buat jalan. Dia pake sorban putih, baju putih, tutup kepala putih. Rambutnya putih, jenggotnya putih. Semuuua serba putih”, kata paman
“lha dia ikut aku kenapa?”, tanyaku kemudian
“dia ikut karena suka. Dia ingin menjagamu dari jin- jin liar yang ada di kosmu. Dia tadi minta tolong ke paman untuk menyampaikan minta maaf ke kamu karena dia sudah bikin kakimu sakit selama seminggu”, kata paman
“ooh jadi aku sakit lumpuh itu bukan karena sakit medis? Pantes aja aku obtain tidak ngefek”, jawabku lagi
“iya, itu karena kakek- kakek itu. Dia sengaja membuatmu sakit untuk menguji kesabaranmu. Ternyata pada akhirnya kamu tetap sabar, maka dari itu kemudian dia merasa tidak enak sama kamu dan akhirnya memutuskan ikut kamu”, kata paman
“oo ya yaa”, kataku
“lalu yang lima sisanya?”, tanyaku kemudian
“yang tiga berwujud anak- anak kecil”, kata paman
“tuyul?”, tanyaku
“bukaan, hanya wujudnya saja yang anak kecil”, kata paman
“oo ya yaa. Lalu yang dua?”
“yang satu kuntilanak bawa bayi”, kata paman
“kuntilanak bawa bayi?”, aku tidak percaya
“iyaa, katanya rumahnya di kos kamu”, kata paman
“haduh”, aku mulai ketakutan
“yang satu lagi wanita, pakai baju hijau, mukanya gosong setengah”, kata paman
“hah? Wanita? Hijau? Mukanya gosong?”
“berartiii selama ini.. apa yang aku lihat itu nyata.. Dan nyatanya, sekarang mereka semua mengikutiku.. bahkan sampai ke madiun ini.. astaga”