(14) MISTERI BAMBU DI BELAKANG LABORATORIUM - Suatu hari di tahun 2008

Misteri Bambu Di Belakang Laboratorium
suatu hari di tahun 2008
Waktu praktikum memang sudah selesai sejak dua jam yang lalu karena memang perkuliahan selesai jam 16.00 WIB. Namun karena bahan untuk praktikum besok belum juga selesai di siapkan, akhirnya beberapa mahasiswa nampak masih asik di laboratorium dengan pekerjaannya masing- masing. Laboratorium ini terdiri dari dua lantai. Lantai satu dipakai sebagai laboratorium untuk mahasiswa jurusan matematika, dan lantai dua dipakai oleh mahasiswa dari jurusanku. Gedung Laboratorium ini tergolong kotor karena selain memang merupakan gedung tua, disini juga banyak lemari yang menyimpan berbagai macam alat praktikum yang belum tentu setiap hari dibuka. Jadi lebih mirip seperti gudang penyimpanan kalau menurutku.
Aku ingat saat aku masih menjadi maba dulu pernah ada kesurupan massal di laboratorium ini kata teman kosku, kalau aku tidak salah ingat sih namanya Fendi. Dia bilang habis nonton kesurupan massal di Lab. Yang mengusir hantu- hantu yang merasuki para mahasiswa pakai ilmu kejawen. Dia juga bilang kalau mengusir hantu pakai ilmu kejawen itu tidak baik, karena dia mengusir hantu dengan cara mendatangkan hantu lain yang lebih kuat. Terkadang hal ini bukannya menjadi solusi bagi korban kesurupan massal karena malah menimbulkan masalah baru. Bisa saja hantu yang mengusir malah senang berdiam di tubuh korban kesurupan. Bisa juga korban kesurupan tidak sembuh total, melainkan hantunya hanya menyingkir sebentar. Setelah yang punya ilmu pergi, si hantu bakalan datang lagi dengan teror yang lebih parah karena merasa terusik. Yah bagaimanapun juga itu adalah pendapat orang lain, aku wajib menghargai nya. Maka dari itu aku hanya menjadi pendengar setia saja waktu Fendi menjelaskannya padaku.
“hemmb, hari sudah hampir gelap”, gumamku
Aku selalu merasa gelisah saat detik- detik menjelang magrib. Aku merasa tidak nyaman.
Dan benar, tak lama setelah itu adzan magrib berkumandang. Suaranya terdengar dari dalam Lab. Adzan magrib ini selalu membawa sensasi aneh pada diriku. Adzan magrib itu saat yang istimewa, karena pada saat itulah banyak hantu berkeliaran di dunia nyata. Pernah ada teori bahwa jika anda ingin bertemu hantu secara nyata live di depan mata anda, maka jongkoklah di bawah pohon pisang sebelum adzan magrib. Dan tepat pada saat adzan magrib, maka anda akan melihat salah satu hantu yang memang sukanya berdiam diri di area pohon pisang.
“Roi Roi, lihat deh pohon bambu yang berayun di luar Lab itu”, aku memanggil Roi, teman sekelasku yang sama- sama masih berada di Lab. Roi ini adalah sahabat karibku di kampus. Sahabat terbaik yang ku miliki setelah teman sebangku SMA ku.
“pohon bambu? Yang mana?”, jawab Roi
“itu lo, yang kelihatan di pojokan luar Lab. Disitu suka ada wanita yang berayun di batang bambu yang melengkung”, kataku
“ah jangan nakut- nakutin lu. Aku pulang lo ya?”, Roi mulai takut
“yuk sholat aja dulu di BEM”, ajak Roi
“ayuk dah”, kataku
Kami turun ke lantai satu yang sudah sepi karena semua mahasiswanya sudah pulang. Kami melewati lorong Lab.matematika yang gelap karena entah kenapa penerangan disitu belum dinyalakan. Sambil berjalan, aku melihat ada sosok laki- laki berbadan perkasa menempel di langit- langit Lab. Badannya yang tidak terbungkus baju menambah kesan garang hantu ini. Auranya hitam, mungkin ini adalah jenis hantu yang tidak kenal krompomi dengan manusia. Aku diam saja karena kuatir ditinggal pulang sama Roi, sementara bahan untuk praktikum besok belum selesai disiapkan.
“Eh bro tau tidak, katanyaa nih, orang yang bisa melihat hantu itu artinya di dalam tubuhnya juga ada hantunya lo? Makanya ia bisa melihat lintas alam. Logikanya, manusia melihat manusia, hantu melihat hantu. Kalau manusia bisa melihat hantu, berarti di dalam tubuh manusia tersebut ada hantu juga”, kata Roi menjelaskan
“kamu tidak ingin di rukyah bro?”, tanya nya kemudian
“rukyah? Aku mah tidak mempan rukyah Roi. Sudah pernah sih di rukyah, aku tidak merasa apa- apa. Cuman ngantuk aja karena bosan ndengerin ustadnya ngaji”, jawabku
“oo, tidak tau lagi sih kalau gitu”
“kenapa bro?”, tanyaku
“yaa tidak apa- apa sih. Kamu tidak takut bisa melihat begituan?”, kata Roi
“yaa takut sih takut bro. Awal- awal aku sampai tidak bisa tidur karena tiap aku merem, aku melihat kuntilanak tersenyum manis di depan kamarku. Iya kalau wajahnya cantik kaya aura kasih gitu bro aku seneng liatinnya. Lha ini penampilannya seperti ibu- ibu dengan kisaran usia 40an tahun. Terus menggendong bayi yang sangat kecil.Bayi yang digendong dengan tangan kirinya itu selalu menangis, mengeluarkan suara tangis merintih yang amat pelan. Nah setelah aku lihat lebih dekat, ternyata sosok yang mirip bayi itu memiliki raut wajah seperti kakek- kakek tua, lengkap dengan kulitnya yang keriput. Walaupun memang wujudnya kecil seperti bayi, namun ia memiliki beberapa gigi yang sudah ompong, sedangkan sisa- sisa giginya yang lain kelihatan menghitam di sana- sini. Sungguh mengerikan, tak kalah mengerikannya dengan sosok wanita yang menggendongnya.Lalu si wanita yang menggendong bayi ini suka sekali tertawa cekikikan.Ia memiliki kulit putih pucat seperti wanita yang memakai bedak putih tebal. Matanya memiliki kantung mata yang menghitam.Etah kantung mata beneran, atau memang di bawah matanya nampak bagian yang menghitam.Sosok yang memakai baju putih panjang, bisa dibilang mirip daster, dengan rambut hitam yang terurai hingga ke kaki”, aku menjelaskan
“aseem, kampret lu. Itu kan kuntilanak”, kata Roi
“wakakakak”, kami tertawa, walaupun aslinya merinding juga
Setelah selesai sholat, kami bergegas menyelesaikan bahan- bahan untuk praktikum besok lalu sesegera mungkin pulang.
Esok harinya, kami kuliah mulai jam tujuh pagi. Aku kuliah di Lab sebelah, jadi bukan Lab yang semalem. Lokasinya ada di sebelah barat nya Lab yang semalem. Setelah selesai kuliah, aku dan Roi jalan menuju BEM. Kami berjalan santai sambil membahas penampakan bambu tadi malam. Karena ini sudah siang, maka kami berani membicarakan hantu, setidak- tidaknya lebih berani jika dibandingkan tadi malam.
“yang semalem itu kamu ngeliat juga g sih Roi?”, tanyaku
“bambu? Iya aku ngeliat”, jawab Roi
“goyang g?”, tanyaku
“goyang? Inul kaleeee”, jawab Roi
“wakakaak, iya berayun bro. Makanya aku takut waktu kamu bilang ada wanbita yang ayunan di situ. Aku melihat bambunya berayun, tapi aku tidak melihat ada wanita yang ayunan”, sambung Roi
“itu yang berayun sebenernya dari golongan wewe. Mereka memang suka berayun di pohon bambu”, jawabku dengan serius
“yaa masuk akal sih kalau ada wewe disitu, soalnya kan belakang Lab itu kebun pisang?”, kata Roi kemudian
Tak terasa ngobrol sambil berjalan, ternyata langkah membawa kaki kami berjalan melewati jalanan setapak di belakang Lab. Aku baru sadar setelah kami berada di titik semalam, lokasi dimana pohon bambu berayun itu harusnya berada. Kenapa harusnya berada?
“lho Roi, bukannya bambu itu harusnya disini ya?”, kataku sambil menunjuk tanah di bawah kakiku. 
“kok sekarang tidak ada sama sekali?”, lanjutku
“lhah”, Roi terkejut
“mbak mbak, tadi apa ada yang nebang bambu disini?”, tanya Roi pada mahasiswi yang kebetulan kami temui disitu
“enggak tuh”, jawab mahasiswi yang ditanyai Roi
“yakin mbak tidak ada yang nebang bambu disini?”, tanya Roi lagi
“Roi Roi, kalau seandainya ya, memang pohon bambu itu ada yang nebang, bukankah seharusnya ada sisa- sisa tetel kayu/ bekas gergajiannya disini ya? Bagaimanapun juga ini baru jam 9 pagi, dan kemarin jam 18 kita baru melihat bambu- bambu itu”, kataku
“aneh, benar- benar misterius”, batinku
Kalau memang bambu- bambu itu sedari awal tidak ada, kenapa kami berdua melihatnya semalam?
Kalau memang kami berdua melihat bambu itu semalam, berarti wewe penghuni pojokan Lab ini sedang ingin menunjukkan diri pada kami berdua, untung aja semalem sampai bahan praktikum selesai disiapkan tidak ada gangguan apapun
Bulu kudukku meremang
Dan saat aku melihat ke atas, samar- samar terlihat ada wanita tersenyum di pojokan Lab, di bagian dalam Lab yang terlihat dari tempatku berdiri. Wanita dengan gaun putih panjang dan muka nya yang pucat melambaikan tangannya ke arahku