(10) HARGA YANG HARUS DIBAYAR - Januari 2008

HARGA YANG HARUS DIBAYAR
Januari 2008
Tak terasa penghujung semester tiga telah datang, yang artinya aku sudah merantau di Surabaya selama delapan belas bulan atau satu setengah tahun.Benar- benar waktu yang panjang dan penuh perjuangan.Aku masih tetap istiqomah dengan tirakatku. Aku masih dzikir setidak- tidaknya tiga ribu empat ratus kali dalam satu hari, kemudian setidak- tidaknya satu kali khatam salah satu surat yang aku favoritkan, kemudian setidak- tidaknya sepuluh menit meditasi, dan tetap yang paling berat dilakukan di Surabaya yaitu puasa tiga harian. Puasa tiga harian aku lakukan dengan puasa selama tiga hari berturut- turut, kemudian istirahat satu hari, kemudian puasa lagi selama tiga hari. Semua ini aku lakukan masih dengan niat yang sama, yaitu aku masih ingin bertemu dengan nya. Dia yang dengan kepergiannya membawa semua harapan akan cinta, dan hanya menyisakan sejuta kepedihan yang menyayat hati. Dia yang selalu merantai jiwa ini dengan rindu tak bertepi. Yaa, siapa lagi kalau bukan Viona.
Selama tiga semester ini juga ada satu dua gadis yang mendekatiku di kampus, namun entahlah aku masih belum bisa berpaling. Aku belum ingin memikirkan masalah wanita, setidaknya untuk saat ini. Karena aku masih punya beban, aku masih punya impian yang lain yang mau tidak mau, suka tidak suka harus bisa aku wujudkan. Aku selalu semangat menjalani kuliahku karena aku kesini dengan satu alasan kuat yang telah ku ukir dalam- dalam di hatiku, ku tulis besar- besar di dinding kamar kosku, kupanjatkan dalam doa disetiap ibadahku, bahwa aku harus sukses. Kenapa? Karena aku masih ingin membuktikan kepada ayahnya Putri bahwa aku tidak serendah anggapan mereka. Aah, terlalu banyak harapan yang kupikul sendirian. Namun aku yakin, semua pasti bisa kulewati dengan baik. Aku bukan pecundang yang hanya pasrah setelah di injak- injak harga diriku oleh orang lain, walaupun itu ayahnya mantan. Aku belum kalah, setidaknya aku belum ingin menyerah.
Hari ini adalah hari dimana ujian akhir semester berlangsung. Setelah semua urusan kampus selesai, aku kemudian bersiap untuk mudik. Yaah apa lagi yang ku tunggu- tunggu selain mudik menikmati liburan setelah melewati masa- masa ujian yang melelahkan? Namun apa yang terjadi, baru saja aku melangkahkan kakiku keluar ruangan, tiba- tiba aku sempoyongan dan merasa pusing.
“lhoh, dunia berputar. Tumben aku merasa pusing”, batinku
Aku lantas duduk di salah satu kursi yang tersedia di lorong jurusan.
“katanya mudik? Kok malah duduk santai disini?”
Aku melihat ke kanan dan kiri memastikan kalau sumber suara tadi berasal dari manusia dan bukan mahkluk astral.
“eh iya Cit, habis ini mudiknya”
“BTW kamu sakit tah? Mukamu kok pucat. Sudah makan belum?”, tanya Citra
“aku belum makan”, jawabku singkat. Aku memang ingin makan nanti di rumah saja, di desa. Aku sudah membayangkan masakan ibuku yang lezat terhidang di meja. Kemudian aku makan dengan lahapnya sambil menikmati pemandangan desa
“makan dulu yuk, kamu kaya nya tidak sehat”, ajak Citra
“kaya nya aku pingin mudik aja deh Cit”, tolakku
“eh makan dulu, ayuk. Aku traktir deh. Ayo buruan”, Citra menarik tanganku supaya aku mengikutinya ke kantin
“mbak, nasi campur dua. Buruan yaa, keburu mati kelaparan nih orang”, kata Citra pada penjual nasi
“astagaa, siapa yang mati kelaparan?”, batinku
“soal- soal UAS nya lumayan ya, lumayan bikin garuk- garuk kepala”, kata Citra
“yaah lumayan laah, tapi semua ada kok di buku”
“buku yang mana?”, tanya Citra
“ada kok di buku ini”, jawabku
“yaah kamu enak wira, ada temen- temen kos. Setidaknya ada yang ngasih pinjeman buku atau bocoran soal. Lhah aku?Di rumah. Tidak ada temen belajar”, kata Citra
“yaa aku beruntung punya banyak teman yang sama- sama dari F.MIPA juga di kos dan sama- sama semester awal.”, jawabku
Tak lama kemudian dua piring nasi campur diantarkan ke meja kami oleh mbak- mbak penjaga kantin.
“Uhuuuuk...”, aku terbatuk sambil menutup mulutku dengan kedua tanganku. Entahlah, melihat makanan ini aku merasa mual
“eh kamu kenapa? Ayo dimakan”, kata Citra
“iya Cit, bentaran”, Aku mengambil botol minum yang selalu aku bawa di tas, meminumnya seteguk untuk mengurangi mual perutku. Setelah itu baru aku makan sedikit demi sedikit. Baru saja beberapa sendok aku makan, rasa mual kembali menyerangku
“kenapa tidak dimakan? Tidak enak?”, tanya Citra
“mual nih, mau muntah”, jawabku
“yaa iyalah mual, kamu kapan terakhir makan?”, si Citra mulai ngomel
“kemarin, hehe”, jawabku
“pantes kamu mual, maag itu. Ayo buruan dimakan, biar maag nya tidak makin parah. Masa harus aku suapin?”, kata Citra
“eh iyaa- iyaa aku makan”, jawabku
Setelah sepiring nasi dengan penuh perjuangan aku habiskan, aku cepat- cepat minum untuk meredakan mualku.Citra yang nasinya sudah habis dari tadi ternyata memperhatikanku makan sambil menunggu nasiku habis.
“mata kamu kok menguning ya?”, Citra memberitahuku
“ah masa?”, jawabku tak percaya
“iyaa. Kamu tidak merasa sakit?, tanya nya
“emmb mual aja sih”, jawabku
“coba deh periksa, semoga aja tidak seperti yang aku fikirkan”, lanjutnya
“maksudnya?”, aku pasang muka bingung
“emm enggak, enggak kok”, jawabnya
“yasudah, aku pamit ya? mau langsung ke stasiun saja. Terimakasih untuk makanannya yaa?”, aku pamit mau mudik
“yup, kalau sudah dampai rumah jangan lupa kirim surat”, jawabnya
“iyaaa”, jawabku sambil bergegas berjalan keluar kampus
Singkat cerita aku sudah sampai rumah, setelah pingsan di kereta. Untungnya dari Surabaya ke desaku memakan waktu selama empat sampai lima jam bila naik kereta, waktu yang cukup lama bagiku untuk pingsan sampai kemudian bangun lagi. Sesampaiku di rumah, ternyata kondisiku makin parah.Aku terkapar lemas di kasur.Setiap aku mencoba bangun, pasti kemudian muntah- muntah.Setiap aku mencium bau makanan juga aku muntah- muntah.Akhirnya karena merasa benar- benar sakit, keesokan harinya aku coba ke mantri (di desa kagak ada dokter gan). Setelah di cek sana sini, pak mantri menyarankan untuk cek darah ke laboratorium. Aku menurutinya, dan hasilnya sungguh mengejutkan.
Liver (hati)ku tidak berfungsi dengan benar. Angka SGOT dan SGPT nya terlampau tinggi. Setelah aku bawa ke dokter, dokterpun tidak bisa memastikan apa penyebab liverku tidak berfungsi dengan normal. Aku sama sekali tidak pernah menyentuh minuman beralkohol, juga tidak overdosis mengkonsumsi obat- obatan. Semua jenis virus hepatitis (penyebab sakit liver) tidak ditemukan satupun dalam darahku.Entahlah, sakit itu tetap menjadi misteri karena dokterpun tidak mampu menyembuhkannya.Resep- resep obat yang diberikan oleh dokterpun bukannya membuatu makin baik, malah makin parah.Setelah menguras tabunganku, aku berhenti berobat ke dokter karena tidak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.Aku sembuh setelah istirahat total selama tiga bulan, dan mengkonsumsi resep yang diberikan tabib yang aku temui secara tidak sengaja. Obat- obatan herbal yang bisa ku buat dan ku racik sendiri di rumah. Murah, karena tanpa ongkos untuk dokter.
Setelah aku sembuh, aku berusaha mencari penyebab sakitku. Aku ingin tau, dan dipenuhi rasa penasaran yang tinggi. Akhirnya jawaban secara medis baru aku temukan di tahun 2014 saat aku ngobrol santai dengan salah satu dokter senior di kota Malang. Beliau mengatakan, saat darah kekurangan glukosa (gula darah), maka darah akan mengambil glukosa yang sudah disimpan di otot dan hati yang memang disediakan oleh tubuh dalam bentuk glikogen (gula otot). Jika glikogen dalam hati di ambil terus menerus tanpa di restok/ diganti ulang, maka lama- kelamaan fungsi hati akan menurun dan itulah yang kamu alami.Saat itu aku cukup puas dengan penjelasan dari beliau, hingga pada suatu ketika teman sebangkuku saat SMA menemuiku dan memberitahuku satu hal.Satu hal yang membuatku syok akan resiko yang telah aku tempuh demi meraih ambisiku. Satu hal yang membuatku bergidik membayangkan, jin seperti apa yang telah aku summon hingga meminta bayaran organ tubuh. Satu hal yang membuatku berfikir ribuan kali saat hetidak mengajarkan ilmu ini pada orang lain karena teror yang mampu diciptakannya.
“Guru kita kehilangan ginjal, aku sendiri kehilangan jari kaki, dan kamu kehilangan fungsi hati. Itulah harga yang harus dibayarkan untuk keilmuan yang kita pelajari. Bukan hanya itu, ada salah satu murid yang sampai meninggal tertimpa pohon karena melanggar rahasia perguruan”
Jadi, masih berminatkah agan belajar dari saya?